Halaman

Sabtu, 18 Mei 2013

KONSEP PEMASARAN DALAM INDUSTRI PERBANKAN DI INDONESIA



KONSEP PEMASARAN DALAM INDUSTRI PERBANKAN DI INDONESIA
Oleh Heru Kurnianto Cahyono

“Tingkatkan produksi, turunkan harga” demikian pemikiran Henry Ford dalam mengembangkan pasar mobil era 1900 an (Kotler & Amstrong, 1991). Dengan berbagai kemampuan, Ford meningkatkan produksi secara besar-besaran untuk mengurangi biaya. Hasil menunjukkan Ford mampu menguasai pasar mobil di Amerika Serikat (AS) dengan strategi biaya minimum.
Saat ini di seluruh dunia termasuk di AS kejayaan Ford telah berakhir berganti dengan era mobil-mobil Jepang. Padahal di AS, Ford diyakini sebagai mobilnya orang Amerika yang tak akan tergoyahkan.  Gencarnya serbuan mobil-mobil buatan Jepang dengan strategi memahami konsumen AS membuat kampiun industri mobil ini collapse sehingga akhirnya menjadi tamu di negerinya sendiri.
Fenomena di atas menunjukkan bahwa dalam persaingan yang sangat kompetitif, pemimpin industri (industry leader) yang sebelumnya begitu dominan dapat terhempas. Kasus yang lebih aktual adalah goyahnya jawara industri komputer IBM oleh tekanan Compaq. Dalam industri perbankan di Indonesia, Bank Mandiri menjadi bank terbesar di Indonesia menggantikan kedudukan Bank BNI dan Bank BCA. Contoh lainnya dalam industri perbankan syariah, Bank Syariah Mandiri menjadi bank syariah terbesar menggeser peran Bank Muammalat Indonesia.
Situasi tersebut menggambarkan gelombang perubahan yang dahsyat dalam bisnis. Gelombang perubahan tersebut mengakibatkan pergeseran paradigma pemasaran dan bisnis. Pesaing di dalam industri semakin banyak dan berkualitas. Demikian halnya konsumen semakin cerdas dalam memilih produk.
Perubahan dalam lingkungan bisnis adalah sebuah keniscayaan. “Tidak ada sesuatu yang konstan atau tetap, kecuali perubahan itu sendiri” . Implikasinya, setiap perusahaan seharusnya adaptif dan antisipatif terhadap perubahan apabila mereka tidak ingin menjadi cerita indah di masa lalu.
Bagaimana dalam Konteks Industri Perbankan di Indonesia? 
            Bagi industri perbankan, kasus-kasus pemasaran dapat dijadikan semacam proyeksi dalam menerapkan strategi menghadapi gempuran perubahan. Kompetitor yang muncul bukan hanya sesama pemain dalam industri perbankan, tetapi juga lembaga keuangan bukan bank, misalnya modal ventura, reksadana, pasar modal, BMT dan sebagainya.
            Dalam konteks perbankan nasional telah terjadi revolusi yang sangat fundamental. Berawal dari serangkaian kebijakan deregulasi di sektor keuangan, khususnya menyangkut bidang perbankan dan moneter yang juga menandai berakhirnya represi keuangan (financial repression) dan di mulainya liberalisasi keuangan perbankan (financial liberalization).
            Kehadiran kebijakan Paket Juni  (pakjun) 1983, Paket Oktober (pakto)1988  dan paket-paket berikutnya menyebabkan persaingan semakin kompetitif dan nasabah menjadi semakin selektif karena keberadaan penawaran produk yang semakin meningkat. Paradigma yang menekankan pada berbagai upaya mendapatkan laba dengan cara menjual sebanyak-banyaknya agar mencapai laba maksimal (selling concept) menjadi usang. Dahulu selling concept memang membuahkan hasil karena pasarnya adalah pasar penjual (seller’s market). Namun kondisi saat ini, yaitu pasokan melebihi permintaan, maka upaya mendongkrak penjualan tidak mampu memecahkan persoalan jangka panjang perusahaan.
Customer Driven Company
            Keberhasilan bisnis perbankan dewasa ini sangat ditentukan kepuasan nasabahnya. Hal tersebut sejalan dengan pandangan para ahli pemasaran bahwa pelanggan adalah faktor kunci keberhasilan pemasaran (Assael, 1998; Dharmesta & Handoko, 2000). Dalam buku terbarunya ”Beyond Maxi Marketing”, Stan Rapp dan Collins (dikutip  dalam Kertajaya, 1999) berpendapat bahwa kondisi saat ini konsumen akan semakin pintar, minta dilayani secara pribadi, minta terlibat dalam pengembangan suatu produk, makin sensitif dan makin tidak loyal pada merek tertentu. Dengan demikian permintaan dan harapan-harapan mereka (nasabah) semakin meningkat.
            Dalam persaingan yang semakin tajam, program-program pengembangan kualitas produk bagi pengembangan kualitas untuk kepuasan nasabah menjadi hal yang bersifat fardlu ’ain (wajib secara individual). Dalam situasi tersebut, sikap dan perilaku nasabah kritis dan cerdas. Oleh karena itu bank harus dapat dan mau mengerti arti nilai suatu produk di mata nasabah, agar dapat memuaskan kebutuhan mereka.
            Dalam pandangan Kertajaya (1999) telah terjadi pergeseran orientasi perusahaan dari pemasaran yang masih berorientasi perusahaan (marketing oriented company) menjadi perusahaan yang fokus pada pelanggan (custoner driven company). Pergeseran tersebut dipicu oleh situasi persaingan pada saat itu. Apabila situasi persaingan rendah atau bahkan tidak ada persaingan, maka pemasaran tidak atau belum terlalu dibutuhkan perusahaan. Apabila dalam situasi persaingan yang semakin keras maka fungsi pemasaran menjadi semakin penting di dalam perusahaan. Sedangkan pada situasi persaingan yang sangat keras, tidak dapat diduga dan kacau, maka pemasaran harus menjadi jiwa setiap orang di dalam perusahaan tersebut.
            Pada kondisi persaingan yang sangat keras di atas, jiwa organisasi adalah pemasaran. Dari sisi struktur organisasi, mungkin tidak ada departemen pemasaran atau bahkan istilah pemasaran telah hilang dari badan organisasi, namun setiap departemen dan unit memiliki jiwa pemasaran. Kombinasi pemasaran yang dibangun perusahaan telah bergeser dari 4-P (product, price,place, promotion) menjadi 4-C, yaitu sebagai berikut:
  1. Customer solution (solusi untuk pelanggan) artinya perusahaan berpandangan bahwa produk akan semakin bermakna apabila dapat memberikan solusi bagi atas masalah yang dihadapi pelanggannya.
  2. Cost (biaya dari sisi pelanggan) artinya perusahaan seharusnya melihat penetapan harga (price) sebagai suatu konsekuensi finansial secara total yang merupakan beban bagi pelanggan.
  3. Convenient channel, merupakan refleksi dari timbulnya bermacam-macam cara pelanggan membeli produk. Produsen tidak bisa hanya mengandalkan distributor konvensional, tetapi harus memberikan berbagai pilihan bagi konsumen dalam mendapatkan produk.
  4. Communication, interaksi yang bersifat dua atah merupakan revolusi besar dari bauran pemasaran (marketing mix) yang berkonotasi satu arah.

Simpulan
            Semakin kerasnya persaingan dalam bisnis perbankan dan semakin cerdasnya nasabah menuntut pelayanan dan produk secara optimal menjadikan tiap pemain dalam industri perbankan harus menjadikan pelanggan sebagai fokus layanan mereka.
            Dalam upaya mempertahankan pelanggan, pendekatan pemasaran yang bersifat holistik (integrated marketing) penting dilakukan bank. Pendekatan tersebut dilakukan dengan memadukan visi bisnis, rencana bisnis dan program-program terpadu untuk mempertahankan pelanggan dan membangun citra perusahaan (corporate image).
            Bank-bank yang selama ini sudah menjadi pemimpin pasar seperti Bank Mandiri untuk pasar perbankan konvensional dan Bank Syariah Mandiri untuk pasar perbankan syariah tidak boleh terlena dengan nama besar mereka. Bank-bank tersebut harus secara konsisten menjadi market driven company bagi para pelanggan mereka. Baik buruknya citra mereka tergantung pada penilaian nasabah. Persepsi, sikap dan perilaku nasabah menentukan seberapa lama kelangsungan hidup bank-bank tersebut.


BAHAN BACAAN

Assael, H. (1998). Consumer Behavior and Marketing Action. Ohio: South-Western College Publishing.
Dharmmesta, B.S. dan Handoko, T.H. (2000), Manajemen Pemasaran, Analisa Perilaku Konsumen. Edisi pertama. BPFE. Yogyakarta.
Kotler, P dan Amstrong, G. (1991) Principles of Marketing. 5th edition. Prentice Hall International Inc., Englewoods Cliffs, NJ.
Kertajaya, H. (1999). 36 Kasus Pemasaran Asli Indonesia. PT. Elex Media Komputindo Kel. Gramedia, Jakarta.



Penulis adalah Staf Perencanaan Bisnis Bank BNI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimah Kasih atas Kunjungan Anda...