Assalamualaikum :: WELCOME TO :: PengabdianQu.com

Sabtu, 18 Mei 2013

Makalah Otonomi Daerah



BAB 1. PENDAHULUAN
A . LATAR BELAKANG
            Berdasarkan keputusan MENDAGRI dan Otonomi Daerah Nomor 50 Tahun 2000 tentang Pedoman Organisasi Dan Tata kerja Perangkat Daerah Provinsi menjadi dasar pengelolahan semua potensi daerah yang ada dan di manfaatkan semaksimal mungkin oleh daerah yang mendapatkan hak otonomi dari daerah pusat.Kesempatan ini sangat menguntungkan bagi daerah-daerah yang memiliki potensi alam yang sangat besar untuk dapat mengelolah daerah sendiri secara  mandiri ,dengan peraturan pemerintah yang dulunya mengalokasikan hasil daerah 75% untuk pusat dan 25% untuk dikembalikan ke daerah membuat daerah-daerah baik tingkat I maupun daerah tingkat II sulit untuk mengembangkan potensi daerahnya baik secara ekonomi maupun budaya dan pariwisata.

B . TUJUAN PENULISAN
            Dengan adanya otonomi daerah diharapkan daerah tingkat I maupun Tingkat II mampu mengelola daerah nya sendiri.Untuk kepentingan rakyat dan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat secara sosial ekonomi yang merata.

C . RUMUSAN MASALAH
          Makalah ini di buat dengan rumusan masalah:
1.      Apa itu Otonomi Daerah?
2.      Apa dasar hukum dan Landasan teori Otonomi Daerah?
3.      Apa salah satu yang paling berperan di dalam Otonomi Daerah?
4.      Apa dampak yang di timbulkan oleh Otonomi Daerah?

                   BAB II PEMBAHASAN MASALAH
A.PENGERTIAN OTONOMI DAERAH
          Otonomi berasal dari 2 kata yaitu ,  auto berarti sendiri,nomos berarti rumah tangga atau urusan pemerintahan.Otonomi dengan demikian berarti mengurus rumah tangga sendiri.Dengan mendampingkan kata ekonomi dengan kata daerah,maka istilah “mengurus rumah tangga sendiri” mengandung makna memperoleh kekuasaan dari pusat dan mengatur atau menyelenggarakan rumah tangga pemerintahan daerah sendiri.
            Ada juga berbagai pengertian yang berdasarkan pada aturan yang di tetapkan oleh Pemerintahan Daerah.Pengertian yang memliki kaitan dan hubungan dengan otonomi daerah yang terdapat di dalam Undang-Undang,yaitu sebagai berikut:
1.      Pemerintah daerah yaitu penyelenggaraan urusan di dalam suatu daerah.
2.      Penyelenggaran urusan pemerintah daerah tersebut harus menurut asas otonomi seluas-luasya dalam prinsip dan sistem NKRI sebagaimana yang dimaksudkan di dalam UUD 1945
3.      Pemerintah Daerah itu meliputi Bupati atau Walikota,perangkat daerah seperti Lurah,Camat serta Gubernur sebagai pemimpin pemerintahan daerah tertinggi.
4.      DPRD adalah lembaga pemerintahan daerah di mana di dalam DPRD duduk para wakil rakyat yang menjadi penyalur aspirasi rakyat.Selain itu DPRD adalah suatu unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
5.      Otonomi daerah adalah wewenang,hak dan kewajiban suatu daerah otonom untuk mengurus dan mengatur sendiri urusan pemerintahan dan mengurus berbagai kepentingan masyarakat yang berada dan menetap di dalam daerah tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
6.      Daerah otonom adalah suatu kesatuan masyarakat yang berada di dalam batas-batas wilayah dan wewenang dari pemerintahan daerah di mana prngaturan nya berdasarkan prakarsa sendiri namum sesuai dengan sistem  NKRI
7.      Di dalam otonomi daerah di jelaskan bahwa pemerintah pusat adalah Presiden Republik Indonesia sebagaiman tertulis di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
            Dan masih banyak lagi pengertian-pengertian dari pendapat orang-orang tentang otonomi daerah.

B . DASAR HUKUM DAN LANDASAN TEORI OTONOMI DAERAH
          1 . DASAR HUKUM
Tidak hanya pengertian tentang otonomi daerah saja yang perlu kita bahas.Namun ada dasar-dasar yang bisa menjadi landasan.Ada beberapa peraturan dasar tentang pelaksanaan otonomi daerah,yaitu sebagai berikut:
1.      Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18 ayat 1 hingga ayat 7.
2.      Undang-Undang No.32 Tahun 2004 yang mengatur tentang pemerintahan daerah.
3.      Undang-Undang No.33 Tahun 2004 yang mengatur tentang sumber keuangan negara.     
            Selain berbagai dasar hukum yang mengatur tentang otonomi daerah,saya juga menulis apa saja yang menjadi tujuan pelaksana otonomi daerah,yaitu otonomi daerah harus bertujuan untuk meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat yang berada di wilayah otonomi tersebut serta meningkatkan pula sumber daya yang di miliki oleh daerah agar dapat bersain dengan daerah otonom lainnya.



            2 . LANDASAN TEORI
          Berikut ini ada beberapa yang menjadi landasan teori dalam otonomi daerah .
1.Asas Otonomi
            Berikut ini ada beberapa asas otonomi daerah yang saya tuliskan di sini.Asas-asas tersebut sebagai berikut:
·         Asas tertib penyelenggara negara
·         Asas Kepentingan umum
·         Asas Kepastian Hukum
·         Asas keterbukaan
·         Asas Profesionalitas
·         Asas efisiensi
·         Asas proporsionalitas
·         Asas efektifitas
·         Asas akuntabilitas

2.Desentralisasi    
            Desentralisasi adalah penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan prakarsa dan aspirasi dari rakyatnya dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia. dengan adanya desentralisasi maka muncullan otonomi bagi suatu pemerintahan daerah. Desentralisasi sebenarnya adalah istilah dalam keorganisasian yang secara sederhana di definisikan sebagai penyerahan kewenangan. Dalam kaitannya dengan sistem pemerintahan Indonesia, desentralisasi akhir-akhir ini seringkali dikaitkan dengan sistem pemerintahan karena dengan adanya desentralisasi sekarang menyebabkan perubahan pardigma pemerintahan di Indonesia. Desentralisasi juga dapat diartikan sebagai pengalihan tanggung jawab, kewenangan, dan sumber-sumber daya (dana, manusia dll) dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Dasar pemikiran yang melatarbelakanginya adalah keinginan untuk memindahkan pengambilan keputusan untuk lebih dekat dengan mereka yang merasakan langsung pengaruh program dan pelayanan yang dirancang dan dilaksanakan oleh pemerintah. Hal ini akan meningkatkan relevansi antara pelayanan umum dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat lokal, sekaligus tetap mengejar tujuan yang ingin dicapai oleh pemerintah ditingkat daerah dan nasional, dari segi sosial dan ekonomi. Inisiatif peningkatan perencanaan, pelaksanaan, dan keuangan pembangunan sosial ekonomi diharapkan dapat menjamin digunakannya sumber-sumber daya pemerintah secara efektif dan efisien untuk memenuhi kebutuhan lokal.

3.Sentralisasi         
            Sentralisasi dan desentralisasi sebagai bentuk penyelenggaraan negara adalah persoalan pembagian sumber daya dan wewenang. Pembahasan masalah ini sebelum tahun 1980-an terbatas pada titik perimbangan sumber daya dan wewenang yang ada pada pemerintah pusat dan pemerintahan di bawahnya. Dan tujuan “baik” dari perimbangan ini adalah pelayanan negara terhadap masyarakat.
Di Indonesia sejak tahun 1998 hingga baru-baru ini, pandangan politik yang dianggap tepat dalam wacana publik adalah bahwa desentralisasi merupakan jalan yang meyakinkan, yang akan menguntungkan daerah. Pandangan ini diciptakan oleh pengalaman sejarah selama masa Orde Baru di mana sentralisme membawa banyak akibat merugikan bagi daerah. Sayang, situasi ini mengecilkan kesempatan dikembangkannya suatu diskusi yang sehat bagaimana sebaiknya desentralisasi dikembangkan di Indonesia. Jiwa desentralisasi di Indonesia adalah “melepaskan diri sebesarnya dari pusat” bukan “membagi tanggung jawab kesejahteraan daerah”.
            Sentralisasi dan desentralisasi tidak boleh ditetapkan sebagai suatu proses satu arah dengan tujuan pasti. Pertama- tama, kedua “sasi” itu adalah masalah perimbangan. Artinya, peran pemerintah pusat dan pemerintah daerah akan selalu merupakan dua hal yang dibutuhkan. Tak ada rumusan ideal perimbangan. Selain proses politik yang sukar ditentukan, seharusnya ukuran yang paling sah adalah argumen mana yang terbaik bagi masyarakat.

C . PEMERAN PENTING DALAM OTONOMI DAERAH
APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah)             
            Di dalam Otonomi daerah selalu identik dengan yang namanya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau yang sering disebut APBd.Di sini saya akan membahas sedikit mengenai APBD.
Keberhasilan otonomi daerah tidak lepas dari kemampuan bidang keuangan yang merupakan salah satu indikator penting  dalam   menghadapi otonomi daerah. Kedudukan faktor keuangan dalam penyelenggaraan suatu pemerintah sangat penting, karena pemerintahan daerah tidak akan dapat melaksanan fungsinya dengan efektif dan efisien tanpa biaya yang cukup untuk memberikan pelayanan pembangunan dan keuangan inilah yang mrupakan salah satu dasar kriteria untukmengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Suatu daerah otonom diharapkan mampu atau mandiri di dalam membiayai kegiatan pemerintah daerahnya dengan tingkat ketergantungan kepada pemerintah pusat mempunyai proposal yang lebih kecil dan Pendapatan Asli Daerah harus menjadi bagian yang  terbesar dalammemobilisasi dana penyelenggaraan pemerintah daerah. Oleh karena itu,sudah sewajarnya apabila PAD dijadikan tolak ukur dalam pelaksanaan otonomi daerah demi mewujudkan tingkat kemandirian dalam menghadapi otonomi daerah.
          Mardiasmo mendefinisikan anggaran sebagai pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial,sedangkan penganggaran adalah proses atau metode untuk mempersiapkan suatu anggaran.Mardiasmo mendefinisikan nya sebagai berikut ,anggaran publik merupakan suatu dokumen yang menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi informasi mengenai pendapatan belanja dan aktifitasSecara singkat dapat dinyatakan bahwa anggaran publik merupakan suatu rencana finansial yang menyatakan :
1)Berapa biaya atas rencana yang di buat(pengeluaran/belanja),dan
2)Berapa banyak dan bagaimana cara uang untuk mendanai rencana tersebut(pendapatan).
            Sedangkan menurut UU No.17 tahun 2003 tentang keuangan Negara disebutkan bahwa APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.Lebih lanjut dijelaskan dalam PP No.58 Tahun 2005 tentang Pengelolahan Keuangan Daerah disebutkan bahwa APBD adlah rencana keuangan tahunan Pemerintah daerah yang di bahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD,dan ditetapkan dengan peraturan daerah.
ekonomi. Inisiatif peningkatan perencanaan, pelaksanaan, dan keuangan pembangunan sosial ekonomi diharapkan dapat menjamin digunakannya sumber-sumber daya pemerintah secara efektif dan efisien untuk memenuhi kebutuhan lokal
D.DAMPAK OTONOMI DAERAH
A.Dampak Positif
            Dampak positif otonomi daerah adalah bahwa dengan otonomi daerah maka pemerintah daerah akan mendapatkan kesempatan untuk menampilkan identitas lokalyang ada di masyarakat. Berkurangnya wewenang dan kendali pemerintah pusat mendapatkan respon tinggi dari pemerintah daerah dalam menghadapi masalah yangberada di daerahnya sendiri. Bahkan dana yang diperoleh lebih banyak daripada yangdidapatkan melalui jalur birokrasi dari pemerintah pusat. Dana tersebut memungkinkanpemerintah lokal mendorong pembangunan daerah serta membangun program promosikebudayaan dan juga pariwisata.

B.Dampak Negatif

Ø  Dalam Perpekstif Prilaku Sosial
            Dengan lahirnya UU Otonomi Daerah  telah membawa kemajuan  berarti yang signifikan terutama dalam mengggesa pembangunan di daerah. Hal ini juga berdampak pada sektor lainnya kerena  daerah oleh kepala daerha diberikan wewenang penuh dalam mengurus daerahnya masing-masing. Namun seperti yang diulas sebelumnya bahwa hal ini juga telah berakibat negatif terutama dalam tigkah laku sosial.
            Otonomi di Riau layaknya daerah lain telah berjalan, namun seperti daerah lain juga nilai-nilai sosial selalu mengganjal. Riau salah satu daerah penyumbang PAD yang besar untuk negara yakni dari migas atau minyak bumi, sehingga Riau pun mendapatkan APBD yang lumayan menggiurkan dalam rangka percepatan pembangunan.
            Di Riau kentara kali keganjilan-keganjilan perilaku sosial akibat diberlakukannya  UU Otonomi daerah, seperti   fanatisme kemelayuan yang kental, sehingga suku melayu terlalu dianggap raja didaerah ini. akibatnya suku-suku lain  seperti dikucilkan. Akibat yang patal lagi kantong-kantong korupsi semakin menganga menjalar bahkan mengakar. Hal ini terlihat pula  pada bukti nyata bahwa sudah banyak yang menjadi tersangka korupsi  atas penyalahgunaan anggaran dan kebijakan oleh perintah setempat.
            Penyebab utama dari munculnya perilaku sosial  dari otonomi daerah terlihat pada gejala diantaranya
1.  Kurangnya pemahamn tentang konsep UU otonomi daerah
2.  Tingkat pendidikan pejabat dan pemerintah
3.  Tingkat pemahamn masyarakat  awam
4. Saratnya pemahaman tentang issue  daerah dan fanatisme
5. Fluralisme dan bentuk masyarakat yang heterogen
6. Tingkat sosial (etnis) dan latar belakang pendidikan serta ekonomi
            Secara umum dapat dilihat pada perilaku sosial yang selalu terjadi di derah saat ini terutama di Riau. Identitas daerah akan selalu muncul dalam setiap perkembangan masyarakat di mana ketika masyarakat tersebut merasa sebagai bagian dari komunitas yang memiliki rasa tanggung jawab kepada apa yang telah menjadi bagian dari daerah mereka di mana mereka tinggal atau dilahirkan secara turun-temurun di suatu daerah. Identitas seperti apa yang dikatakan Retheran dan Phinney dalam Agustino (2007:65), identitas adalah rasa memiliki dari seseorang kepada sebuah kelompok tertentu, dan bagian dari pemikiran, persepsi, perasaan dan sikap seseorang yang merupakan kewajiban bagi keanggotaan kelompok etnis. Dapat di lihat, adanya wacana identitas daerah dalam pelaksanaan pemerintahan daerah ketika terjadinya pengisian jabatan dalam Birokrasi, penerimaan Pegawai dan Pilkada Langsung, hal tersebut secara langsung telah memunculkan isu anak daerah maupun masyarakat atau anak asli daerah. Dari hal-hal tersebutlah telah membuat terjadinya penguatan identitas kedaerahan terutama identitas etnis yang muncul ketika adanya penempatan sumberdaya maupun perebutan sumberdaya dalam pelaksanaan otonomi daerah terutama daerah yang mesyarakatnya majemuk.
Kemudian, Gidens (1991), menjelaskan bahwa identitas terbangun oleh kemampuan melanggengkan narasi tentang diri, sehingga terbangun suatu perasaan terus menerus tentang kontinuitas biografis. Untuk itu dapat dilihat bahwa identitas merupakan bagian dari simbol jati diri setiap individu maupun kelompok.Dari teori tersebut peran identitas bisa juga merupakan bagian tindakan yang berhubungan dengan tindakan politis dalam mengedepankan kepentingan-kepentingan individu maupun kepentingan dari anggota-anggota suatu kelompok karena memiliki kesamaan etnis, suku, ras dan agama serta memiliki kesamaan karakteristik atau kedaerahan.
Dari itulah bisa dikatakan bahwa dengan adanya otonomi daerah selama beberapa tahun terakhir ini telah tergambar jelas bahwa otonomi daerah memunculkan identitas daerah dalam bentuk fanatisme etnis.Dari munculnya berbagai macam identitas dalam berbagai fenomena otonomi daerah secara langsung telah terciptnya kemajemukan yang secara alami terbentuk dan terjadi dalam masyarakat, bahkan secara langsung telah membentuk karaktersitik masyarakat di daerah yang kemudian menjadi pembeda diantara satu dengan yang lainnya.
Dalam ranah lokal gambaran kehidupan sosial-budaya senantiasa akan berimplikasi terhadap praktik politik dan demokratisasi di daerah yang tak bisa lepas dari berbagai praktik pelaksanaan pemerintahan daerah seperti yang disebutkan diatas tadi yakni ketika adanya penempatan sumber daya atau perebutan sumber daya seperti penempatan jabatan Birokrasi, penerimaan pegawai dan yang paling menonjol adalah ketika pelaksanaan Pilkada langsung. Oleh karena itu dapat dikatakan menguatnya identitas daerah karena adanya kompetisi atau perebutan berbagai sumber daya kekuasaan yang terjadi diantara idividu atau dalam kelompok.
Identitas daerah akan selalu muncul dalam kelompok maupun individu dengan menonjolkan perbedaan etnis karena warna kultur selalu melekat dalam ruang dan waktu di mana masyarakat itu berada, hal ini akan selalu melekat meskipun ada yang tinggal dalam satu kelompok maupun yang tinggal berbaur dengan kelompok lainnya. Ini menunjukan bahwa identitas etnis masih menjadi simbol dalam kehidupan sosial kemasyarakatan dimana masyarakata itu berada. Menurut Ubed (2002:75), Etnisitas merupakan kategori-kategori yang diterapkan pada kelompok atau kumpulan orang, yang dibentuk dan membentuk dirinya dalam kebersamaan atau kolektivitas. Ikatan-ikatan etnis terwujud dalam kumpulan orang, kelengkapan-kelengkapan primordial seperti derajat, martabat, bahasa, adat istiadat, dan atau kepercayaan, yang dibebankan atas setiap anggota yang dilahirkan dalam kelompok tersebut.
Perbedaan akan selalu muncul sebagai akibat dari bentuk kultur yang berlainan. Untuk itulah apa yang terjadi dalam perkembangan otonomi daerah sekarang ini dengan adanya penguatan identitas kedaerahan hal tersebut tidak perlu dikawatirkan dan dipermasalahkan, selama praktik semacam ini dapat mendorong terlaksananya proses pembangunan dan demokrasi serta dapat mengakomodir kemajemukan dalam suatu daerah otonom. Agustino (2007:65) lebih arif menjelasakan, identitas yang dilihat secara arif dan bijaksana semestinya menempatkan perbedaan sebagai kekayaan bukan sebagai lawan identitasnya. Dari itulah tentang apa yang terjadi dalam pelaksanaan pemerintah Daerah sekarang ini, ketika adanya wacana maupun isu idintitas daerah yang muncul dalam pelaksanaannya merupakan satu hal yang lumrah dalam proses perkembangan daerah karena apa yang terjadi ketika munculnya atau menguatnya identitas kedaerahan merupakan satu hal yang lumrah karena hal tersebut merupakan bagian dari dampak pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia yang masyarakatnya sangat majemuk.
Upaya yang dapat dilakukan agar pemahan tentang otonomi daerah di mengerti, antara lain tentunya
1.  Konsep Otomi daerah dipahami secara arif oleh segenap masyarakat
2. Meningkatkan status pendidikan bagi pejabat dengan dibekali stara disiplin ilmu
yang dapat dipertanggung jawabkan.
3.  Masyarat juga di giatkan dan diberikan tentang pemahaman pentingnya pendidikan
4.  Kesampingkan issu  fanatisme daerah agar kebersamaan selalu dibangun
5. Memandang fliuralisme sebagai salah satu asset kekayaan daerah,  kedepankan kebersamaan dan kesampingkan perbedaan
6. Jangan memandang strata sosial dan mengecilakn serta membedakan tingkat pendidikan, tetapi berikan pemahaman bahwa pendidikan itu sangat urgen.
Ø  Eksploitasi Pendapatan Daerah
            Salah satu konsekuensi otonomi adalah kewenangan daerah yang lebih besar dalam pengelolaan keuangannya, mulai dari proses pengumpulan pendapatan sampai pada alokasi pemanfaatan pendapatan daerah tersebut. Dalam kewenangan semacam ini sebenarnya sudah muncul inherent risk, risiko bawaan, bahwa daerah akan melakukan upaya maksimalisasi, bukan optimalisasi, perolehan pendapatan daerah. Upaya ini didorong oleh kenyataan bahwa daerah harus mempunyai dana yang cukup untuk melakukan kegiatan, baik itu rutin maupun pembangunan. Daerah harus membayar seluruh gaji seluruh pegawai daerah, pegawai pusat yang statusnya dialihkan menjadi pegawai daerah, dan anggota legislatif daerah. Di samping itu daerah juga dituntut untuk tetap menyelenggarakan jasa-jasa publik dan kegiatan pembangunan yang membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
            Dengan skenario semacam ini, banyak daerah akan terjebak dalam pola tradisional dalam pemerolehan pendapatan daerah, yaitu mengintensifkan pemungutan pajak dan retribusi. Bagi pemerintah daerah pola ini tentu akan sangat gampang diterapkan karena kekuatan koersif yang dimiliki oleh institusi pemerintahan; sebuah kekuatan yang tidak applicable dalam negara demokratis modern. Pola peninggalan kolonial ini menjadi sebuah pilihan utama karena ketidakmampuan pemerintah dalam mengembangkan sifat wirausaha (enterpreneurship).
            Apakah upaya intensifikasi pajak dan retribusi di daerah itu salah? Tentu tidak. Akan tetapi yang jadi persoalan sekarang adalah bahwa banyak pemerintah daerah yang terlalu intensif memungut pajak dan retribusi dari rakyatnya. Pemerintah daerah telah kebablasan dalam meminta sumbangan dari rakyat. Mau bukti? Silakan Anda hitung berapa item pajak dan retribusi yang musti Anda bayar selaku warga daerah. Jika Anda teliti, jumlahnya akan mencapai ratusan item. Saya sendiri bisa menyebutnya satu persatu akan tetapi tentu tidak akan cukup untuk memuatnya dalam tulisan singkat ini.
            Beberapa bulan lalu berkembang sinisme di kalangan warga DKI Jakarta, bahwa setiap aktivitas yang mereka lakukan telah menjadi objek pungutan Pemda DKI, sampai-sampai buang hajat pun harus membayar retribusi. Pemda Provinsi Lampung juga bisa menjadi contoh unik ketika menerbitkan perda tentang pungutan terhadap label sebuah produk. Logika yang dipakai adalah bahwa label tersebut termasuk jenis papan reklame berjalan. Lucu? Tentu saja. Karena tampaknya Pemerintah setempat tidak bisa membedakan mana reklame, sebagai bentuk iklan, dan mana label produk yang berfungsi sebagai identifikasi nama dan spesifikasi sebuah produk. Kedua, jika perda tersebut diberlakukan (saya tidak begitu yakin apakah perda tersebut jadi diberlakukan atau tidak), akan timbul kesulitan besar dalam penghitungan dan pemungutan retribusi.
            Dengan dua contoh tersebut, saya hanya ingin mengatakan bahwa upaya pemerintah daerah dalam menggali pendapatan daerah di era otonomi ini telah melampaui batas-batas akal sehat. Di satu pihak saya sependapat bahwa sebagai warga negara kita harus ikut berpartisipasi dalam proses kebijakan publik dengan menyumbangkan sebagian kemampuan ekonomi yang kita miliki melalui pajak dan retribusi. Akan tetapi, apakah setiap upaya pemerintah daerah dalam memungut pendapatan dari rakyatnya hanya berdasarkan justifikasi semacam itu? Tidak adakah ukuran kepantasan, sejauh mana pemerintah daerah dapat meminta sumbangan dari rakyatnya?
            Bila dikaji secara matang, instensifikasi perolehan pendapatan yang cenderung eksploitatif semacam itu justru akan banyak mendatangkan persoalan baru dalam jangka panjang, dari pada manfaat ekonomis jangka pendek, bagi daerah. Persoalan pertama adalah beratnya beban yang harus ditanggung warga masyarakat. Meskipun satu item pajak atau retribusi yang dipungut dari rakyat hanya berkisar seratus rupiah, akan tetapi jika dihitung secara agregat jumlah uang yang harus dikeluarkan rakyat perbulan tidaklah kecil, terutama jika pembayar pajak atau retribusi adalah orang yang tidak mempunyai penghasilan memadai. Persoalan kedua terletak pada adanya kontradiksi dengan upaya pemerintah daerah dalam menggerakkan perekonomian di daerah. Bukankah secara empiris tidak terbantahkan lagi bahwa banyaknya pungutan hanya akan menambah biaya ekonomi yang ujung-ujungnya hanya akan merugikan perkembangan ekonomi daerah setempat. Kalau pemerintah daerah ingin menarik minat investor sebanyak-banyaknya, mengapa pada saat yang sama justru mengurangi minat investor untuk berinvestasi?

Ø  Dalam Bidang Politik
Dampak negatif dari otonomi daerah adalah adanya kesempatan bagioknum-oknum di pemerintah daerah untuk melakukan tindakan yang dapat merugikan Negara dan rakyat seperti korupsi, kolusi dan nepotisme.Selain itu terkadang adakebijakan-kebijakan daerah yang tidak sesuai dengan konstitusi Negara yang dapat menimbulkan pertentangan antar daerah satu dengan daerah tetangganya, atau bahkandaerah dengan Negara, seperti contoh pelaksanaan Undang-undang Anti Pornografi ditingkat daerah. Hal tersebut dikarenakan dengan system otonomi daerah maka pemerintah pusat akan lebih susah mengawasi jalannya pemerintahan di daerah, selain itu karena memang dengan sistem.otonomi daerah membuat peranan pemeritah pusat tidak begitu berarti.
Beberapa modus pejabat nakal dalam melakukan korupsi dengan APBD :
1) Korupsi Pengadaan Barang Modus :
    a. Penggelembungan (mark up) nilai barang dan jasa dari harga pasar.
    b. Kolusi dengan kontraktor dalam proses tender.
2) Penghapusan barang inventaris dan aset negara (tanah)
     Modus :a. Memboyong inventaris kantor untuk kepentingan pribadi. b. Menjual inventaris kantor      
     untuk kepentingan pribadi.
3) Pungli penerimaan pegawai, pembayaran gaji, keniakan pangkat, pengurusan pensiun dan    
    sebagainya.
    Modus : Memungut biaya tambahan di luar ketentuan resmi.
4) Pemotongan uang bantuan sosial dan subsidi (sekolah, rumah ibadah, panti asuhan dan jompo)
     Modus : a. Pemotongan dana bantuan sosial b. Biasanya dilakukan secara bertingkat (setiap meja).
5) Bantuan fiktif
     Modus : Membuat surat permohonan fiktif seolah-olah ada bantuan dari pemerintah ke pihak luar.




                                           BAB III PENUTUP
A.Kesimpulan
            Berdasarkan pembahasan diatas dapat dipahami dengan adanya otonomi daerah, maka setiap daerah akan diberi kebebasan dalam menyusun program dan mengajukannya kepada pemerintahan pusat. Hal ini sangat akan berdampak positif dan bisa memajukan daerah tersebut apabila Orang/badan yang menyusun memiliki kemampuan yang baik dalam merencanan suatu program serta memiliki analisis mengenai hal-hal apa saja yang akan terjadi dikemudia hari. Tetapi sebaliknya akan berdamapak kurang baik apabila orang /badan yang menyusun program tersebut kurang memahami atau kurang mengetahui mengenai bagaimana cara menyusun perencanaan yang baik serta analisis dampak yang akan terjadi.

B.Saran
Analisis Langkah-Langkah Yang Harus Diambil Pemerintah Dalam Mengontrol Otonomi Daerah:
1)  Merumuskan kerangka hukum yang memenuhi aspirasi untuk otonomi di tingkat propinsi dan     
    sejalan dengan strategi desentralisasi secara bertahap.
2) Menyusun sebuah rencana implementasi desentralisasi dengan memperhatikan faktor-faktor yang  
     menyangkut penjaminan kesinambungan pelayanan pada masyarakat,perlakuan perimbangan   
    antara daerah-daerah,dan menjamin kebijakan fiskal yang berkelanjutan.
3) Untuk mempertahankan momentum desentralisasi,pemerintah pusat perlu menjalankan segera
     langkah desentralisasi,akan tetapi terbatas pada sektor-sektor yang jelas merupakan kewenangan
    Kabupaten dan Kota dan dapat segera diserahkan.
4) Proses otonomi tidak dapat dilihat sebagai semata-mata tugas dan tanggung jawab dari menteri   
    negara otonomi atau menteri dalam negeri,akan tetapi menuntut koordinasi dan kerjasama dari    
   seluruh bidang dalam kabinet (Ekuin,Kesra & Taskin, dan Polkam).
Upaya Yang Menurut Saya harus Dilakukan Pejabat  Daerah Untuk Mengatasi Ketimpangan Yang Terjadi :
1)Pejabat harus dapat melakukan kebijakan tertentu sehingga SDM yang berada di pusat dapat                             
    terdistribusi ke daerah
2) Pejabat harus melakukan pemberdayaan politik warga masyarakat dilakukan melalui pendidikan             
    politik dan keberadaan organisasi swadaya masyarakat, media massa dan lainnya.
3) Pejabat daerah harus bisa bertanggung jawab dan jujur.
4) Adanya kerjasama antara pejabat dan masyarakat.
5) Dan yang paling penting pejabat harus tahu prinsip-prinsip otonomi




DAFTAR PUSTAKA
Josef Riwu Kaho, MPA., Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia, Rajawali Pers, Cet.10, Jakarta, 2010

Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimah Kasih atas Kunjungan Anda...