KONSEP PEMASARAN DALAM INDUSTRI PERBANKAN DI INDONESIA
“Tingkatkan produksi, turunkan harga” demikian pemikiran
Henry Ford dalam mengembangkan pasar mobil era 1900 an (Kotler & Amstrong,
1991). Dengan berbagai kemampuan, Ford meningkatkan produksi secara
besar-besaran untuk mengurangi biaya. Hasil menunjukkan Ford mampu menguasai
pasar mobil di Amerika Serikat (AS) dengan strategi biaya minimum.
Saat ini di seluruh dunia termasuk di AS kejayaan Ford
telah berakhir berganti dengan era mobil-mobil Jepang. Padahal di AS, Ford
diyakini sebagai mobilnya orang Amerika yang tak akan tergoyahkan. Gencarnya serbuan mobil-mobil buatan Jepang
dengan strategi memahami konsumen AS membuat kampiun industri mobil ini collapse sehingga akhirnya menjadi tamu
di negerinya sendiri.
Fenomena di atas menunjukkan bahwa dalam persaingan yang
sangat kompetitif, pemimpin industri (industry
leader) yang sebelumnya begitu dominan dapat terhempas. Kasus yang lebih
aktual adalah goyahnya jawara industri komputer IBM oleh tekanan Compaq. Dalam
industri perbankan di Indonesia, Bank Mandiri menjadi bank terbesar di
Indonesia menggantikan kedudukan Bank BNI dan Bank BCA. Contoh lainnya dalam
industri perbankan syariah, Bank Syariah Mandiri menjadi bank syariah terbesar
menggeser peran Bank Muammalat Indonesia.
Situasi tersebut menggambarkan gelombang perubahan yang
dahsyat dalam bisnis. Gelombang perubahan tersebut mengakibatkan pergeseran
paradigma pemasaran dan bisnis. Pesaing di dalam industri semakin banyak dan
berkualitas. Demikian halnya konsumen semakin cerdas dalam memilih produk.
Perubahan dalam lingkungan bisnis adalah sebuah
keniscayaan. “Tidak ada sesuatu yang konstan atau tetap, kecuali perubahan itu
sendiri” . Implikasinya, setiap perusahaan seharusnya adaptif dan antisipatif
terhadap perubahan apabila mereka tidak ingin menjadi cerita indah di masa
lalu.
Bagaimana dalam Konteks Industri Perbankan di Indonesia?
Bagi
industri perbankan, kasus-kasus pemasaran dapat dijadikan semacam proyeksi
dalam menerapkan strategi menghadapi gempuran perubahan. Kompetitor yang muncul
bukan hanya sesama pemain dalam industri perbankan, tetapi juga lembaga
keuangan bukan bank, misalnya modal ventura, reksadana, pasar modal, BMT dan
sebagainya.
Dalam
konteks perbankan nasional telah terjadi revolusi yang sangat fundamental.
Berawal dari serangkaian kebijakan deregulasi di sektor keuangan, khususnya
menyangkut bidang perbankan dan moneter yang juga menandai berakhirnya represi
keuangan (financial repression) dan
di mulainya liberalisasi keuangan perbankan (financial liberalization).
Kehadiran
kebijakan Paket Juni (pakjun) 1983,
Paket Oktober (pakto)1988 dan
paket-paket berikutnya menyebabkan persaingan semakin kompetitif dan nasabah
menjadi semakin selektif karena keberadaan penawaran produk yang semakin
meningkat. Paradigma yang menekankan pada berbagai upaya mendapatkan laba
dengan cara menjual sebanyak-banyaknya agar mencapai laba maksimal (selling concept) menjadi usang. Dahulu selling concept memang membuahkan hasil
karena pasarnya adalah pasar penjual (seller’s
market). Namun kondisi saat ini, yaitu pasokan melebihi permintaan, maka
upaya mendongkrak penjualan tidak mampu memecahkan persoalan jangka panjang
perusahaan.
Customer Driven Company
Keberhasilan bisnis perbankan dewasa ini
sangat ditentukan kepuasan nasabahnya. Hal tersebut sejalan dengan pandangan
para ahli pemasaran bahwa pelanggan adalah faktor kunci keberhasilan pemasaran (Assael,
1998; Dharmesta & Handoko, 2000). Dalam buku terbarunya ”Beyond Maxi Marketing”,
Stan Rapp dan Collins (dikutip dalam
Kertajaya, 1999) berpendapat bahwa kondisi saat ini konsumen akan semakin
pintar, minta dilayani secara pribadi, minta terlibat dalam pengembangan suatu
produk, makin sensitif dan makin tidak loyal pada merek tertentu. Dengan
demikian permintaan dan harapan-harapan mereka (nasabah) semakin meningkat.
Dalam
persaingan yang semakin tajam, program-program pengembangan kualitas produk
bagi pengembangan kualitas untuk kepuasan nasabah menjadi hal yang bersifat fardlu
’ain (wajib secara individual). Dalam situasi tersebut, sikap dan perilaku
nasabah kritis dan cerdas. Oleh karena itu bank harus dapat dan mau mengerti
arti nilai suatu produk di mata nasabah, agar dapat memuaskan kebutuhan mereka.
Dalam
pandangan Kertajaya (1999) telah terjadi pergeseran orientasi perusahaan dari
pemasaran yang masih berorientasi perusahaan (marketing oriented company) menjadi perusahaan yang fokus pada
pelanggan (custoner driven company).
Pergeseran tersebut dipicu oleh situasi persaingan pada saat itu. Apabila
situasi persaingan rendah atau bahkan tidak ada persaingan, maka pemasaran
tidak atau belum terlalu dibutuhkan perusahaan. Apabila dalam situasi
persaingan yang semakin keras maka fungsi pemasaran menjadi semakin penting di dalam
perusahaan. Sedangkan pada situasi persaingan yang sangat keras, tidak dapat
diduga dan kacau, maka pemasaran harus menjadi jiwa setiap orang di dalam
perusahaan tersebut.
Pada
kondisi persaingan yang sangat keras di atas, jiwa organisasi adalah pemasaran.
Dari sisi struktur organisasi, mungkin tidak ada departemen pemasaran atau
bahkan istilah pemasaran telah hilang dari badan organisasi, namun setiap
departemen dan unit memiliki jiwa pemasaran. Kombinasi pemasaran yang dibangun
perusahaan telah bergeser dari 4-P (product,
price,place, promotion) menjadi 4-C, yaitu sebagai berikut:
- Customer solution (solusi untuk pelanggan) artinya perusahaan berpandangan bahwa produk akan semakin bermakna apabila dapat memberikan solusi bagi atas masalah yang dihadapi pelanggannya.
- Cost (biaya dari sisi pelanggan) artinya perusahaan seharusnya melihat penetapan harga (price) sebagai suatu konsekuensi finansial secara total yang merupakan beban bagi pelanggan.
- Convenient channel, merupakan refleksi dari timbulnya bermacam-macam cara pelanggan membeli produk. Produsen tidak bisa hanya mengandalkan distributor konvensional, tetapi harus memberikan berbagai pilihan bagi konsumen dalam mendapatkan produk.
- Communication, interaksi yang bersifat dua atah merupakan revolusi besar dari bauran pemasaran (marketing mix) yang berkonotasi satu arah.
Simpulan
Semakin
kerasnya persaingan dalam bisnis perbankan dan semakin cerdasnya nasabah
menuntut pelayanan dan produk secara optimal menjadikan tiap pemain dalam
industri perbankan harus menjadikan pelanggan sebagai fokus layanan mereka.
Dalam
upaya mempertahankan pelanggan, pendekatan pemasaran yang bersifat holistik (integrated marketing) penting dilakukan
bank. Pendekatan tersebut dilakukan dengan memadukan visi bisnis, rencana bisnis
dan program-program terpadu untuk mempertahankan pelanggan dan membangun citra
perusahaan (corporate image).
Bank-bank
yang selama ini sudah menjadi pemimpin pasar seperti Bank Mandiri untuk pasar
perbankan konvensional dan Bank Syariah Mandiri untuk pasar perbankan syariah
tidak boleh terlena dengan nama besar mereka. Bank-bank tersebut harus secara
konsisten menjadi market driven company
bagi para pelanggan mereka. Baik buruknya citra mereka tergantung pada
penilaian nasabah. Persepsi, sikap dan perilaku nasabah menentukan seberapa
lama kelangsungan hidup bank-bank tersebut.
BAHAN BACAAN
Assael, H. (1998). Consumer
Behavior and Marketing Action. Ohio: South-Western College Publishing.
Dharmmesta, B.S. dan Handoko, T.H. (2000),
Manajemen Pemasaran, Analisa Perilaku Konsumen. Edisi pertama. BPFE.
Yogyakarta.
Kotler, P dan Amstrong, G. (1991) Principles of Marketing. 5th edition. Prentice Hall International
Inc., Englewoods Cliffs, NJ.
Kertajaya, H. (1999). 36 Kasus Pemasaran
Asli Indonesia. PT. Elex Media Komputindo Kel. Gramedia, Jakarta.
Penulis adalah Staf Perencanaan Bisnis Bank BNI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimah Kasih atas Kunjungan Anda...