Seperti yang telah kita ketahui
bahwa hampir seluruh perusahaan melakukan penilaian kinerja yang berarti mengevaluasi
kinerja karyawan saat ini dan atau di masa lalu relatif terhadap standar
kinerjanya.
Ada beberapa alasan untuk menilai kinerja bawahan:
Ada beberapa alasan untuk menilai kinerja bawahan:
- Penilaian harus memainkan peran yang terintegrasi dalam proses manajemen kinerja pengusaha
- Penilaian memungkinkan atasan dan bawahan menyusun rencana untuk mengoreksi kekurangan yang ditemukan dalam penilaian
- Penilaian harus melayani tujuan perencanaan dengan meninjau rencana karyawan serta memperhatikan kekuatan dan kelemahannya secara spesifik.
Untuk melakukan penilaian dibutuhkan
keahlian khusus dari seorang penyelia yang harus terbiasa dengan teknik dasar
penilaian, memahami dan menghindari masalah – masalah yang dapat mengacaukan
penilaian, serta dapat melaksanakannya dengan adil.
Proses penilaian kinerja yang dilakukan penyelia terdiri dari tiga tahap :
Proses penilaian kinerja yang dilakukan penyelia terdiri dari tiga tahap :
- Mendefinisikan pekerjan
- Menilai kinerja
- Memberikan umpan balik
Beberapa metode yang digunakan untuk melakukan penilaian antara lain :
- Metode Skala Peringkat Grafis yaitu Skala yang menuliskan sejumlah ciri dan jangkauan nilai kinerja untuk setiap ciri. Karyawan kemudian dinilai dengan mengidentifikasi nilai yang paling sesuai dengan tingkatan kinerjanya untuk setiap ciri.
- Metode Peringkat Alternasi yaitu memberikan peringkat kepada karyawan dari yang terbaik sampai yang terburuk berdasarkan ciri tertentu, dengan memilih yang terbaik, lalu yang terburuk , sampai semua telah diberi peringkat.
- Metode Perbandingan Berpasangan yaitu melakukan pemeringkatan karyawan dengan membuat diagram dari semua pasangan karyawan yang mungkin untuk setiap ciri dan menentukan karyawan mana yang lebih baik pada setiap pasangan.
- Metode Distribusi Kekuatan sama dengan menilai pada sebuah kurva, persentase dugaan dari yang dinilai ditempatkan dalam berbagai kategori kinerja.
- Metode Kejadian Kritis yaitu menyimpan catatan tentang contoh bagus yang tidak umum atau contoh yang tidak disukai atas perilaku karyawan yang berhubungan dengan pekerjaan dan meninjau catatan itu dengan karyawan pada waktu yang telah ditentukan sebelumnya.
- Metode Skala Peringkat Standar Perilaku (BARS) yaitu metode penilaian yang bertujuan mengkombinasikan keuntungan naratif, kejadian kritis, dan skala terukur dengan membuat skala terukur yang berdasarkan pada contoh-contoh naratif khusus mengenai prestasi yang baik dan buruk
Manajemen dan
Penilaian Kinerja
MANAJEMEN DAN PENILAIAN KERJA
Keunggulan manajemen kinerja adalah
penentuan sasaran yang jelas dan terarah. Di dalamnya terdapat dukungan,
bimbingan, dan umpan balik agar tercipta peluang terbaik untuk meraih sasaran
yang menyertai peningkatan komunikasi antara atasan dan bawahan. Hal ini karena
pada dasarnya manajemen kinerja merupakan proses komunikasi berkelanjutan
antara atasan dan bawahan dengan tujuan untuk memperjelas dan menyepakati
hal-hal :
Fungsi pokok
pekerjaan bawahan :
- Bagaimana pekerjaan bawahan berkontribusi pada pencapaian tujuan organisasi.
- Pengertian “efektif” dan “berhasil” dalam pelaksanaan pekerjaan bawahan.
- Bagaimana bawahan dapat bekerja sama dengan atasan dalam rangka efektivitas pelaksanaan pekerjaan bawahan.
- Bagaimana mengukur efektivitas (baca : kinerja) pelaksanaan pekerjaan bawahan.
- Berbagai hambatan efektivitas dan alternatif cara untuk menyingkirkan hambatan-hambatan tersebut.
Manajemen kinerja sangat bermanfaat
bagi pihak atasan, bawahan dan organisasi. Bagi atasan, manajemen kinerja
mempermudah penyelesaian pekerjaan bawahan sehingga atasan tidak perlu lagi
repot mengarahkan dalam kegiatan sehari-hari karena bawahan sudah tahu apa yang
harus dilakukan dan apa yang harus dicapai serta mengantisipasi kemungkinan
hambatan yang muncul. Bagi bawahan, manajemen kinerja membuka kesempatan
diskusi dan dialog dengan atasan berkaitan dengan kemajuan pekerjaannya. Adanya
diskusi dan dialog memberikan umpan balik untuk memperbaiki kinerja sekaligus
meningkatkan keahliannya dalam menyelesaikan pekerjaan.
Selain itu manajemen kinerja juga
memberdayakan bawahan karena ia tidak perlu sedikit-sedikit “mohon petunjuk”
kepada atasan karena telah diberikan arahan yang jelas sejak awal. Bagi
organisasi, manajemen kinerja memungkinkan keterkaitan antara tujuan organisasi
dan tujuan pekerjaan masing-masing bawahan. Selain itu, manajemen kinerja mampu
untuk memberikan argumentasi yang relatif kuat untuk setiap keputusan yang
menyangkut SDM.
Prinsip
Dasar Penerapan Manajemen Kinerja
Untuk dapat
menerapkan manajemen kinerja dalam suatu organisasi, diperlukan adanya
prasyarat dasar yang harus dipenuhi dalam suatu organisasi, yaitu :
·
Adanya suatu
indikator kinerja (key performance indicator) yang terukur secara
kuantitatif dan jelas batas waktunya.
·
Semua ukuran
kinerja tersebut biasanya dituangkan dalam suatu bentuk kesepakatan antara
atasan dan bawahan yang sering disebut sebagai suatu kontrak kinerja (performance
contract).
·
Terdapat
suatu proses siklus manajemen kinerja yang baku dan dipatuhi untuk dikerjakan
bersama,yaitu:
ü Perencanaan kinerja, berupa
penetapan indikator kinerja lengkap dengan berbagai strategi dan program kerja
yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang diinginkan
ü Pelaksanaan, di mana organisasi
bergerak sesuai dengan rencana yang telah dibuat, jika ada perubahan akibat
adanya perkembangan baru maka lakukan perubahan tersebut.
ü Evaluasi kinerja, yaitu menganalisis apakah
realisasi kinerja sesuai dengan rencana yang sudah ditetapkan sebelumnya.
Semuanya ini harus serba kuantitatif.
·
Adanya suatu
sistem reward and punishment yang bersifat konstruktif dan
konsisten dijalankan
·
Terdapat
suatu mekanisme performance appraisal atau penilaian kinerja yang
relatif obyektif
·
Terdapat
suatu gaya kepemimpinan (leadership style) yang mengarah kepada
pembentukan organisasi berkinerja tinggi.
·
Menerapkan
konsep manajemen SDM berbasis kompetensi.
Dalam
pelaksanaan manajemen kinerja terdapat lima komponen pokok, yaitu :
a) Perencanaan kinerja, di mana atasan dana
bawahan berupaya merumuskan, memahami dan menyepakati target kinerja bawahan
dalam rangka mengoptimalkan kontribusinya terhadap pencapaian tujuan-tujuan
organisasi. Pada saat perencanaan kinerja ini atasan membantu bawahan dan
menterjemahkan tujuan-tujuan organisasi ke dalam target kinerja individual
dalam batasananggaranyangTersedia.
b) Komunikasi berkelanjutan antara
atasan dan bawahan guna memastikan bahwa apa yang telah, sedang dan akan
dilakukan bawahan mengarah pada target kinerjanya sesuai dengan kesepakatan
kedua belah pihak, hal ini juga berguna untuk mengantisipasi segala persoalan
yang timbul.
c) Pengumpulan data dan informasi oleh
masing-masing pihak sebagai bukti pendukung realisasi kinerja bawahan.
Pengumpulan dapat dilakukan melalui formulir penilaian kinerja, observasi
langsungmaupuntanyajawabdenganpihak-pihakterkait.
d) Pertemuan tatap muka antara atasan
dan bawahan selama periode berjalan. Pada saat inilah bukti-bukti otentik
kinerja bawahan diklarifikasi, didiskusikan, dan disimpulkan bersama sebagai
kinerjabawahanpadaperiodetersebut.
e) Diagnosis berbagai hambatan
efektivitas kinerja bawahan dan tindak lanjut bimbingan yang dapat dilakukan
atasan guna menyingkirkan hambatan-hambatan tersebut guna meningkatkan kinerja
bawahan. Dengan adanya diagnosis dan bimbingan ini, bawahan tidak merasa
“dipersalahkan” atas kegagalan mencapai target kinerja yang telah disepakati
dan sekaligus menunjukkan niatan bahwa persoalan kinerja bawahan adalah
persoalan atasan juga.
Permasalahan
dan Kendala Dalam Penerapan Manajemen Kinerja
Begitu bermanfaat dan powerful-nya peranan manajemen kinerja, namun dalam pelaksanaannya seringkali terdapat persoalan, baik dari sisi atasan maupun sisi bawahan. Dari sisi atasan sebagai pejabat penilai ada keengganan menerapkannya karena faktor-faktor sebagai berikut :
Begitu bermanfaat dan powerful-nya peranan manajemen kinerja, namun dalam pelaksanaannya seringkali terdapat persoalan, baik dari sisi atasan maupun sisi bawahan. Dari sisi atasan sebagai pejabat penilai ada keengganan menerapkannya karena faktor-faktor sebagai berikut :
- Formulir dan tata cara penilaian seringkali sulit untuk dimengerti di mana kriteria-kriteria yang digunakan tidak jelas pengertiannya atau memiliki pengertian yang kabur, sehingga menimbulkan multi interpretasi, dan tata caranya berbelit-belit.
- Atasan tidak memiliki cukup waktu untuk menerapkan manajemen kinerja, karena persoalan pertama tadi,
- Tidak ingin berkonfrontasi dengan bawahan, terutama mereka yang dinilai kinerjanya kurang baik. Sebab keengganan ini yaitu atasan tidak punya argumentasi yang kuat akibat tidak jelasnya kriteria penilaian yang digunakan. Selain itu atasan tidak ingin merusak hubungan baik dengan bawahan, misalnya karena satu nilai buruk, padahal hubungan baik sangat penting untuk bekerja sama dengan bawahan.
- Atasan kurang mengetahui rincian pekerjaan sehingga tidak mengerti aspek-aspek apa yang harus diperhatikan ketikan melakukan penilaian dengan menggunakan kriteria yang telah ditetapkan. Hal ini berpengaruh pada kemampuan atasan memberikan umpan balik secara efektif guna perbaikan kinerja bawahan. Logikanya, bagaimana ia bisa memberikan masukan bila ia tidak mengerti betul liku-liku pekerjaan bawahan.
Sedangkan
keengganan dari sisi bawahan sebagai pihak yang dinilai adalah :
- Pengalaman buruk di masa lalu, di mana atasan memperlakukan kinerja bawahan yang kurang baik dengan sinis atau acuh sehingga bawahan tidak mendapatkan umpan balik yang bermanfaat bagi perbaikan kinerjanya.
- Bawahan tidak suka dikritik, terutama bila dikaitkan dengan kinerjanya. Hal ini mungkin karena poin pertama, di mana atasan hanya bisa mengkritik tanpa memberikan jalan keluar yang jelas.
- Ada rasa takut karena ketidakjelasan kriteria dan standar penilaian sehingga baik buruknya kinerja bawahan menjadi sangat subyektif (unsur suka atau tidak suka atasan terhadap bawahan amat dominan terhadap nilai kinerja bawahan), padahal hasil penilaian kinerja menentukan banyak hal penting bagi bawahan, di antaranya kenaikan pangkat, gaji dan perolehan bonus/insentif.
- Bawahan tidak mengerti betul manfaat diterapkannya manajemen kinerja seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Hal ini karena kurang sosialisasi peran penting manajemen kinerja bagi keberhasilan organisasi.
Manajemen dan Penilaian
Kinerja
Penilaian kinerja karyawan merupakan
kesempatan periodik untuk melakukan komunikasi antara orang yang menugaskan
pekerjaan dengan orang yang mengerjakannya untuk mendiskusikan apa yang saling
mereka harapkan dan seberapa jauh harapan ini dipenuhi. Aspek-aspek yang
dibahas dalam Penilaian Kinerja:
• Kinerja karyawan
• Umpan balik untuk Pengembangan karyawan
• Kinerja karyawan
• Umpan balik untuk Pengembangan karyawan
Siklus penilaian kinerja karyawan
diawali dengan penetapan sasaran kinerja berikut target yang ingin dicapai;
kemudian diikuti dengan monitoring, lalu dilakukan proses evaluasi serta
diakhiri dengan pemanfaatan hasil evaluasi bagi kebijakan promosi, kenaikan
gaji ataupun program pengembangan.
Unsur-unsur
dari penilaian kinerja karyawan yang dianggap berhasil, adalah sbb:
1) Pengukuran terhadap hasil kinerja
karyawan dan dibandingkan dengan sasaran dan standar
2) Penghargaan terhadap kontribusi karyawan
3) Identifikasi kebutuhan pelatihan dan
pengembangan karyawan untuk saat ini dan di masa mendatang
4) Penetapan sasaran dan/atau standar
untuk periode appraisal berikutnya
Manfaat
penilaian kinerja karyawan adalah sbb :
1) Menyampaikan hasil-hasil yang
diharapkan dari pekerjaan.
2) Mencegah kesalahpahaman tentang kualitas
kerja yang diinginkan.
3) Meningkatkan produktivitas karena karyawan
mendapat umpan balik
4) Menghargai kontribusi positif
5) Mendorong komunikasi dua arah dengan
karyawan
Tantangan yang harus dikelola dengan
baik ketika kita dalam melakukan proses penilaian kinerja. Tantangan tersebut
antara lain adalah :
·
Tidak
memiliki skills yang diperlukan untuk melakukan Penilaian Kinerja secara
efektif.
·
Karyawan
tidak menunjukkan minat untuk berpartisipasi dalam Penilaian Kinerja.
·
Berpotensi
untuk menimbulkan konflik.
·
Dilakukan
secara tergesa-gesa karena keterbatasan waktu.
·
Tidak
mendapatkan prioritas yang tinggi, sehingga sering ditunda dan kehilangan
momentum.
Lalu, Elemen apa saja yang sebaiknya
dinilai dalam performance appraisal atau penilaian kinerja karyawan? Berdasar
sejumlah literatur dan pengalaman praktis, terdapat dua elemen kunci yang mesti
dievaluasi. Elemen atau komponen itu adalah :
1) aspek kompetensi atau perilaku kerja
karyawan
2) aspek hasil kerja (job resylts).
Komponen
Kompetensi
Secara spesifik komponen yang
pertama, yakni komponen kompetensi dirancang untuk mengevaluasi aspek kecakapan
seorang karyawan. Contoh daftar kompetensi yang lazim digunakan adalah
leadership, communication skills, initiative, teamwork, problem solving, dan
planning & organizing skills.
Untuk penggunaannya bisa dibedakan
antara level manajer dengan staf. Misal untuk level manajer, semua contoh
daftar kompetensi diatas dapat digunakan. Namun untuk staff, hanya beberapa
jenis kompetensi saja yang dievaluasi. Bobot aspek kompetensi biasanya adalah
30 – 40%.
Selanjutnya, daftar kompetensi ini
diberi skala 1 – 5 (dimana 1 = buruk dan 5 = istimewa). Secara periodik (misal
setiap semester), atasan diminta untuk memberikan skor berdasar skala yang
sudah disusun tadi.
Komponen
Hasil Kinerja (Performance)
Selain komponen kompetensi,
sebaiknya sistem evaluasi karyawan dilengkapi dengan komponen berikutnya yakni
: komponen hasil kinerja (performance). Komponen ini intinya bertujuan untuk
memetakan hasil kerja karyawan dalam serangkaian key performance indicators
(KPI) yang jelas dan bisa diukur. Bobot aspek KPI biasanya adalah antara 60 –
70%.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu faktor untuk meningkatkan produktivitas kinerja suatu organisasi atau instansi. Oleh karena itu, diperlukan Sumber Daya Manusia yang mempunyai kompetensi tinggi karena keahlian atau kompetensi agar dapat mendukung peningkatan prestasi kinerja karyawan. Selama ini pada umumnya di instansi pemerintahan belum mempunyai pegwai dengan kompetensi yang memadai, ini dibuktikan dengan masih rendahnya produktivitas pegawai dan sulitnya mengukur kinerja pegawai di lingkup instansi pemerintahan.
Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu faktor untuk meningkatkan produktivitas kinerja suatu organisasi atau instansi. Oleh karena itu, diperlukan Sumber Daya Manusia yang mempunyai kompetensi tinggi karena keahlian atau kompetensi agar dapat mendukung peningkatan prestasi kinerja karyawan. Selama ini pada umumnya di instansi pemerintahan belum mempunyai pegwai dengan kompetensi yang memadai, ini dibuktikan dengan masih rendahnya produktivitas pegawai dan sulitnya mengukur kinerja pegawai di lingkup instansi pemerintahan.
Selama
ini penilaian prestasi kinerja pegawai di Dinas Perindustrian Perdagangan dan
Koperasi Kota Balikpapan, khususnya Sub Dinas Perindustrian belum dilaksanakan
secara optimal terutama dalam menilai kinerja pegawai Tenaga Harian Lepas (THL)
maupun tenaga honorer. Selama ini penilaian pegawai dengan kategori ini hanya
ditentukan dari hasil kerjanya, belum ada kriteria penilaian yang jelas.
Disisi
yang sama untuk Penilaian kinerja untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS) selama ini
menggunakan DP3 (Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan) yang didalamnya
terdapat 8 (delapan) unsur penilaian, yaitu kejujuran, kesetiaan, ketaatan,
prestasi kerja, tanggung jawab, kerjasama, kepemimpinan dan prakarsa. Namun DP3
tersebut tidak digunakan oleh instansi Sub Dinas Perindustrian dalam menilai
kinerja pegawai honorernya.
Jika dicermati sebenarnya format DP3 tersebut masih
akan memunculkan keraguan bahwa DP3 tersebut bisa menggambarkan secara akurat
kinerja PNS. Format DP3 juga terkesan kurang fleksibel untuk mengekspresikan
hal-hal yang menjadi karakter khusus yang membedakan suatu profesi dengan
profesi lainnya. Unsur-unsur yang dinilaipun item-itemnya banyak yang tumpang
tindih, dan standarnya juga tidak jelas. Penilaian DP3 tersebut juga rentan
dengan terjadinya bias subyektifitas.
Apalagi hasil penilaian tersebut tidak pernah
didiskusikan /dievaluasi bersama untuk mendapatkan feedback dari pegawai.
Idealnya sebagai Abdi Negara, seorang PNS harus selalu melaksanakan tugas-tugas negara dan mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan. Sedangkan sebagai Abdi Masyarakat, mengandung pengertian bahwa dalam melaksanakan tugasnya, seorang PNS harus tetap berusaha melayani kepentingan masyarakat dan memperlancar segala urusan anggota masyarakat.
b. Landasan dan Pengertian
Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) tersebut merupakan penjabaran dari Undang-Undang Nomor 8/1974 jo UU No. 43/1999 pasal 20 tentang Pokok-pokok Kepegawaian, yang berbunyi: “Untuk lebih menjamin obyektivitas dalam mempertimbangkan pengangkatan dalam jabatan dan kenaikan pangkat diadakan penilaian prestasi kerja”.
Sedangkan dalam implementasinya, Pemerintah mengeluarkan peraturan yaitu PP No. 10/1979 tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan PNS. Serta untuk lebih menjamin adanya keseragaman dalam pelaksanaannya, maka BAKN mengeluarkan petunjuk teknis tentang pelaksanaan penilaian pekerjaan PNS berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10/1979, berupa Surat Edaran yaitu SE. BAKN No. 02/SE/1980 tentang petunjuk pelaksanaan DP3 PNS.
Idealnya sebagai Abdi Negara, seorang PNS harus selalu melaksanakan tugas-tugas negara dan mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan. Sedangkan sebagai Abdi Masyarakat, mengandung pengertian bahwa dalam melaksanakan tugasnya, seorang PNS harus tetap berusaha melayani kepentingan masyarakat dan memperlancar segala urusan anggota masyarakat.
b. Landasan dan Pengertian
Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) tersebut merupakan penjabaran dari Undang-Undang Nomor 8/1974 jo UU No. 43/1999 pasal 20 tentang Pokok-pokok Kepegawaian, yang berbunyi: “Untuk lebih menjamin obyektivitas dalam mempertimbangkan pengangkatan dalam jabatan dan kenaikan pangkat diadakan penilaian prestasi kerja”.
Sedangkan dalam implementasinya, Pemerintah mengeluarkan peraturan yaitu PP No. 10/1979 tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan PNS. Serta untuk lebih menjamin adanya keseragaman dalam pelaksanaannya, maka BAKN mengeluarkan petunjuk teknis tentang pelaksanaan penilaian pekerjaan PNS berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10/1979, berupa Surat Edaran yaitu SE. BAKN No. 02/SE/1980 tentang petunjuk pelaksanaan DP3 PNS.
Menurut
Lyle M. Spencer dan Signe M. Spencer
(1993), disebutkan bahwa “kompetensi
merupakan bagian yang ada pada kepribadian seseorang dan dapat memprediksikan
tingkah laku dan performansi secara luas pada semua situasi dan job tasks”.
Sedangkan faktor-faktor kompetensi menurut Spencer meliputi 20 faktor
kompetensi, dan daripadanya hanya ada 7 (tujuh) faktor kompetensi yang akan
dibutuhkan oleh Sub Dinas Perindustrian dalam rangka peningkatan produktivitas
kinerja, khususnya untuk pegawai honorer. Ketujuh kompetensi tersebut adalah
disiplin, memimpin, berprestasi, komitmen pada organisasi, melayani, kerjasama
dan proaktif.
c. Konsep Penilaian Prestasi Kinerja
Karena adanya tantangan-tantangan baru untuk meningkatkan pelayanan publik baik kualitas maupun kuantitasnya, maka merupakan suatu hal yang mendesak bagi pemerintah untuk melakukan peningkatan dan pengembangan kemampuan, pengetahuan serta keterampilan sumber daya manusianya, sehingga diharapkan akan bisa menghasilkan aparatur yang memiliki tingkat kompetensi yang kompetitif dengan sektor swasta.
c. Konsep Penilaian Prestasi Kinerja
Karena adanya tantangan-tantangan baru untuk meningkatkan pelayanan publik baik kualitas maupun kuantitasnya, maka merupakan suatu hal yang mendesak bagi pemerintah untuk melakukan peningkatan dan pengembangan kemampuan, pengetahuan serta keterampilan sumber daya manusianya, sehingga diharapkan akan bisa menghasilkan aparatur yang memiliki tingkat kompetensi yang kompetitif dengan sektor swasta.
Siagian (1995:225 – 226) menyatakan
bahwa penilaian prestasi kerja adalah “Suatu pendekatan dalam melakukan
penilaian prestasi kerja para pegawai” dimana terdapat berbagai faktor seperti
:
1) Faktor kelemahan dan kekurangan
2) Faktor realistik dan obyektif
3) Hasil penilaian mengandung unsur
nilai postif, negatif dan kesempatan untuk memahami
4) Faktor dokumentasi dan arsip
kepegawaian
5) Merupakan bahan pertimbangan dalam
setiap keputusan yang diambil menyangkut kepegawaian.
Menurut Andrew F. Sikula (Hasibuan, 1995:97) disebutkan bahwa “Penilaian
ialah suatu proses mengestimasi atau menetapkan nilai, penampilan, kualitas,
atau status dari beberapa obyek, orang atau benda”.
Sedangkan Cascio (1991:73) menyebutkan bahwa “Penilaian kinerja ialah suatu
gambaran yang sistematis tentang kebaikan dan kelemahan dari pekerjaan individu
atau kelompok. Meskipun ada diantara masalah teknis (seperti pemilihan format)
dan masalah manusianya itu sendiri (seperti resistansi penilai, dan adanya
hambatan hubungan atar individu), yang kesemuanya itu tidak akan dapat teratasi
oleh penilai kinerja”.
Beberapa tinjauan lainnya terkait dengan penilaian prestasi kerja antara lain disebutkan menurut Dessler (1997) bahwa “Penilaian prestasi kinerja adalah suatu proses penilaian prestasi kinerja pegawai yang dilakukan pemimpin perusahaan secara sistematik berdasarkan pekerjaan yang ditugaskan kepadanya”.
Menurut Handoko (1996), “Penilaian prestasi kinerja adalah proses mengevaluasi dan menilai prestasi kerja karyawan. Kegiatan ini dapat memperbaiki keputusan keputusan personalia dan memberikan umpan balik kepada para karyawan tentang pelaksanaan kerja mereka”
Beberapa tinjauan lainnya terkait dengan penilaian prestasi kerja antara lain disebutkan menurut Dessler (1997) bahwa “Penilaian prestasi kinerja adalah suatu proses penilaian prestasi kinerja pegawai yang dilakukan pemimpin perusahaan secara sistematik berdasarkan pekerjaan yang ditugaskan kepadanya”.
Menurut Handoko (1996), “Penilaian prestasi kinerja adalah proses mengevaluasi dan menilai prestasi kerja karyawan. Kegiatan ini dapat memperbaiki keputusan keputusan personalia dan memberikan umpan balik kepada para karyawan tentang pelaksanaan kerja mereka”
Menurut Stoner et al. (1996) penilaian prestasi
kinerja adalah proses yang meliputi :
1) penetapan standar prestasi kerja
2) penilaian prestasi kerja aktual
karyawan dalam hubungan dengan standar-standar ini
3) memberi umpan balik kepada karyawan
dengan tujuan memotivasi orang tersebut untuk menghilangkan kemerosotan
prestasi kerja.
Sedangkan yang dimaksud dengan
dimensi kerja menurut Gomes (1995: 142)
ialah memperluaskan dimensi prestasi kerja karyawan yang berdasarkan Quantity
work; Quality of work; Job knowledge; dan Creativeness.
Dari beberapa pendapat ahli diatas dapat disimpulkan bahwa sistem penilaian prestasi kinerja ialah proses untuk mengukur prestasi kinerja pegawai berdasarkan peraturan yang telah ditetapkan, dengan cara membandingkan sasaran (hasil kerjanya) dengan persyaratan deskripsi pekerjaan yaitu standard pekerjaan yang telah ditetapkan selama periode tertentu. Standard kerja tersebut dapat dibuat baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
Sedangkan pengertian kompetensi di dalam manajemen adalah
bahwa manajemen seharusnya mementingkan kemampuan dalam argumentasi secara
efektif dan efisien, manajemen harus mementingkan analisa kemampuan karyawan
sekarang dibandingkan dengan kemampuan karyawan yang akan datang di dalam
organisasi.
Adapun ciri kompetensi adalah merupakan sekelompokan perilaku yang spesifik, dapat dilihat dan dapat diferifikasi; yang secara reliable dan logis dapat dikelompokan bersama; serta sudah diidenfitifikasi sebagai hal-hal yang berpengaruh besar terhadap keberhasilan pekerjaan. Jenis-jenis kompetensi ada 3 yaitu :
1) Kompetensi organisasi
2)
Kompetensi
pekerjaan atau teknis, dan
3)
Kompetensi
individual Karakteristik mendasar yang dimiliki kompetensi ada lima yaitu :
Motif, Traits, Konsep diri, Pengetahuan dan Skill
d. Tujuan dan Manfaat Penilaian
Mengacu pada SE. BAKN No. 02/SE/1980 bagian II poin 1 – 2, tujuan dari DP3 ialah untuk memperoleh bahan-bahan pertimbangan yang obyektif dalam pembinaan PNS berdasarkan sistem karier dan sistem prestasi kerja. Ini mengandung arti bahwa tujuan yang ingin dicapai dengan dilakukannya penilaian prestasi kerja adalah :
Mengacu pada SE. BAKN No. 02/SE/1980 bagian II poin 1 – 2, tujuan dari DP3 ialah untuk memperoleh bahan-bahan pertimbangan yang obyektif dalam pembinaan PNS berdasarkan sistem karier dan sistem prestasi kerja. Ini mengandung arti bahwa tujuan yang ingin dicapai dengan dilakukannya penilaian prestasi kerja adalah :
1. Sebagai
sumber data untuk administrasi kepegawaian seperti perencanaan kepegawaian dan
kegiatan pengembangan jangka panjang bagi organisasi yang bersangkutan
2. Untuk
memberikan konseling kepada pegawai
3. Memberikan
umpan balik yang mendorong kearah kemajuan dan kemungkinan memperbaiki ataupun
meningkatkan kualitas kerja pegawai;
Sesuai dengan tujuannya, maka DP3
harus dibuat subyektif dan seteliti mungkin berdasarkan data yang tersedia.
Untuk itu, maka setiap pejabat yang berwenang membuat DP3, berkewajiban membuat
dan memelihara catatan mengenai PNS yang berada dalam lingkungannya
masing-masing.
Hasil dari penilaian prestasi kerja
yang terdokumentasi ini yang paling banyak digunakan ialah untuk kebutuhan
rewards financial, promosi, mutasi dan demosi, serta untuk pelatihan,
perencanaan SDM seperti proyeksi jumlah dan mutu karyawan yang dibutuhkan.
Atas dasar penilaian yang dilaksanakan secara akurat dan ditindaklanjuti dengan berbagai bentuk pengembangan pegawai yang tepat maka apa yang menjadi tujuan yang ingin dicapai atas diadakannya penilaian tersebut yaitu untuk bisa teciptanya kesempurnaan Aparatur Negara yang memiliki tingkat kompetensi yang tinggi dalam bidang tugasnya masing-masing dan disertai dengan adanya moral dan prilaku pegawai yang mencerminkan sikapnya sebagai Abdi Negara dan Abdi Masyarakat, maka akan bisa terwujudkan.
e. Penerapan Tunjangan Kerja
Pemberian Tunjangan kerja bagi pegawai atau lebih sering disebut dengan insentif seharusnya bisa secara singkat didefinisikan sebagai “extra pay for extra performance”. Dengan demikian upah yang akan diberikan pada pegawai yang berprestasi akan diformulasikan sebagai :
Atas dasar penilaian yang dilaksanakan secara akurat dan ditindaklanjuti dengan berbagai bentuk pengembangan pegawai yang tepat maka apa yang menjadi tujuan yang ingin dicapai atas diadakannya penilaian tersebut yaitu untuk bisa teciptanya kesempurnaan Aparatur Negara yang memiliki tingkat kompetensi yang tinggi dalam bidang tugasnya masing-masing dan disertai dengan adanya moral dan prilaku pegawai yang mencerminkan sikapnya sebagai Abdi Negara dan Abdi Masyarakat, maka akan bisa terwujudkan.
e. Penerapan Tunjangan Kerja
Pemberian Tunjangan kerja bagi pegawai atau lebih sering disebut dengan insentif seharusnya bisa secara singkat didefinisikan sebagai “extra pay for extra performance”. Dengan demikian upah yang akan diberikan pada pegawai yang berprestasi akan diformulasikan sebagai :
Total upah = Upah dasar + Insentif
BAB II
PEMBAHASAN
a. Syarat Efektivitas Sistem Penilaian Presasi Kerja
Didalam melakukan penilaian prestasi kerja pegawai tersebut, diperlukan suatu sistem yang praktis, relevan, handal, dan dapat diterima, sehingga hasil yang dicapai dari penilaian tersebut bisa bermanfaat baik untuk pegawai itu sendiri maupun bagi administrasi kepegawaian pada Sub Dinas Perindustrian.
Suatu sistem penilaian prestasi kerja yang baik harus bisa menampung berbagai tantangan eksternal yang dihadapi oleh para pegawai, terutama yang mempunyai dampak kuat terhadap pelaksanaan tugasnya. Tidak dapat disangkal bahwa berbagai situasi yang dihadapi oleh seseorang di luar pekerjaannya, seperti masalah keluarga, keadaan keuangan, tanggung jawab sosial dan berbagai masalah pribadi lainnya pasti berpengaruh terhadap prestasi kerja seseorang.
Hal ini berarti sistem penilaian tersebut harus memungkinkan para pegawai untuk mengemukakan berbagai masalah yang dihadapinya itu. Organisasi seyogianya memberikan bantuan kepada para anggotanya untuk mengatasi masalahnya itu.
b. Faktor yang Mempengaruhi Penilaian
Melaksanakan penilaian prestasi kerja yang baik bukanlah suatu hal yang mudah. Ada berbagai faktor baik eksternal maupun internal yang akan mempengaruhi penilaian terhadap prestasi kerja pegawai. Berbedanya lingkungan dan bentuk organisasi serta kurangnya kemampuan dan motivasi penilai dalam melaksanakan penilaian dapat mempengaruhi penilaian yang dilakukan sehingga bisa mengakibatkan bias dalam penilaian, apalagi ukuran-ukuran yang digunakan bersifat kualitatif :
Didalam melakukan penilaian prestasi kerja pegawai tersebut, diperlukan suatu sistem yang praktis, relevan, handal, dan dapat diterima, sehingga hasil yang dicapai dari penilaian tersebut bisa bermanfaat baik untuk pegawai itu sendiri maupun bagi administrasi kepegawaian pada Sub Dinas Perindustrian.
Suatu sistem penilaian prestasi kerja yang baik harus bisa menampung berbagai tantangan eksternal yang dihadapi oleh para pegawai, terutama yang mempunyai dampak kuat terhadap pelaksanaan tugasnya. Tidak dapat disangkal bahwa berbagai situasi yang dihadapi oleh seseorang di luar pekerjaannya, seperti masalah keluarga, keadaan keuangan, tanggung jawab sosial dan berbagai masalah pribadi lainnya pasti berpengaruh terhadap prestasi kerja seseorang.
Hal ini berarti sistem penilaian tersebut harus memungkinkan para pegawai untuk mengemukakan berbagai masalah yang dihadapinya itu. Organisasi seyogianya memberikan bantuan kepada para anggotanya untuk mengatasi masalahnya itu.
b. Faktor yang Mempengaruhi Penilaian
Melaksanakan penilaian prestasi kerja yang baik bukanlah suatu hal yang mudah. Ada berbagai faktor baik eksternal maupun internal yang akan mempengaruhi penilaian terhadap prestasi kerja pegawai. Berbedanya lingkungan dan bentuk organisasi serta kurangnya kemampuan dan motivasi penilai dalam melaksanakan penilaian dapat mempengaruhi penilaian yang dilakukan sehingga bisa mengakibatkan bias dalam penilaian, apalagi ukuran-ukuran yang digunakan bersifat kualitatif :
1.
Lingkungan Eksternal Organisasi
Lingkungan sekitar organisasi dari hari ke hari akan terus menempatkan tuntutan-tuntutan terhadap organisasi dan pegawainya untuk meningkatkan produktivitas kerjanya. Lingkungan akan semakin kompetitif dalam berbagai bidang, karena berbagai perubahan yang demikian pesatnya, sehingga adanya kinerja organisasi yang memiliki tingkat keunggulan kompetitif (competitive advantage) dan keunggulan komparatif (comparative advantage) akan menjadi suatu hal yang sangat penting.
Tuntutan juga akan datang dari masyarakat. Mereka yang mempunyai anggapan bahwa rakyatlah yang menggaji PNS sudah sewajarnya untuk mendapatkan pelayanan yang prima dari PNS atas semua urusan dan kepentingannya. Oleh karena itulah maka penilaian atas prestasi kerja pegawai harus dilaksanakan secara teratur, dan akurat.
Lingkungan sekitar organisasi dari hari ke hari akan terus menempatkan tuntutan-tuntutan terhadap organisasi dan pegawainya untuk meningkatkan produktivitas kerjanya. Lingkungan akan semakin kompetitif dalam berbagai bidang, karena berbagai perubahan yang demikian pesatnya, sehingga adanya kinerja organisasi yang memiliki tingkat keunggulan kompetitif (competitive advantage) dan keunggulan komparatif (comparative advantage) akan menjadi suatu hal yang sangat penting.
Tuntutan juga akan datang dari masyarakat. Mereka yang mempunyai anggapan bahwa rakyatlah yang menggaji PNS sudah sewajarnya untuk mendapatkan pelayanan yang prima dari PNS atas semua urusan dan kepentingannya. Oleh karena itulah maka penilaian atas prestasi kerja pegawai harus dilaksanakan secara teratur, dan akurat.
2. Lingkungan Internal Organisasi
Karakteristik masing-masing organisasi itu sendiri juga akan mempengaruhi penilaian kinerja pegawai. Dalam struktur organisasi tersebut akan menentukan siapa yang akan bertanggung jawab untuk menilai. Dalam struktur organisasi yang menghargai rantai komando, sebagaimana dalam organisasi pemerintah, maka yang menjadi atasan langsung pegawailah yang akan melakukan penilaian.
Sedangkan dalam struktur yang menghargai komunikasi lateral, seperti dalam beberapa organisasi swasta besar, individu-individu dalam berbagai posisi mungkin juga akan ikut melaksanakan penilaian. Selain itu, iklim organisasi, sifat dan karakter penilainyapun akan ikut mempengaruhi penilaian kinerja tersebut.
c. Bias Penilaian
Dalam praktek dilapangan, penilaian atas prestasi kerja seorang PNS, walaupun menurut PP No.10/1979 tersebut dalam penilaian harus diusahakan seobyektif dan seteliti mungkin, namun pada kenyataannya sering kali adanya unsur subyektivitas yang relatif kuat dari pejabat yang menilainya, sehingga hasil dari penilaian tersebut bisa menyimpang dari tujuan yang ingin dicapai, dan hasil penilaiannyapun dengan sendirinya akan mengalami bias penilaian. Hal ini akan semakin nampak bila dibandingkan methode yang digunakan dalam melakukan penilaian terhadap pegawai honorer dan Tenaga Harian Lepas.
T.V. Rao (1992:73) mengemukakan adanya bias yang umum terjadi dalam penilaian prestasi kerja ialah sebagai berikut :
Dalam praktek dilapangan, penilaian atas prestasi kerja seorang PNS, walaupun menurut PP No.10/1979 tersebut dalam penilaian harus diusahakan seobyektif dan seteliti mungkin, namun pada kenyataannya sering kali adanya unsur subyektivitas yang relatif kuat dari pejabat yang menilainya, sehingga hasil dari penilaian tersebut bisa menyimpang dari tujuan yang ingin dicapai, dan hasil penilaiannyapun dengan sendirinya akan mengalami bias penilaian. Hal ini akan semakin nampak bila dibandingkan methode yang digunakan dalam melakukan penilaian terhadap pegawai honorer dan Tenaga Harian Lepas.
T.V. Rao (1992:73) mengemukakan adanya bias yang umum terjadi dalam penilaian prestasi kerja ialah sebagai berikut :
1)
Hallo Effect, terjadi
karena penilai menyukai atau tidak menyukai sifat pegawai yang dinilainya. Oleh
karena itu cenderung akan memperoleh nilai positip pada semua aspek penilaian
bagi pegawai yang disukainya, dan begitu pula sebaliknya, seorang pegawai yang
tidak disukainya akan mendapatkan nilai negatif pada semua aspek penilaian;
2) Liniency and Severity Effect. Liniency effect ialah penilai
cenderung beranggapan bahwa mereka harus berlaku baik terhadap karyawan,
sehingga mereka cenderung memberi harkat (nilai) yang baik terhadap semua aspek
penilaian. Sedangkan severity effect ialah penilai cenderung mempunyai falsafah
dan pandangan yang sebaliknya terhadap karyawan sehingga cenderung akan
memberikan nilai yang buruk (keras);
3) Central tendency, yaitu penilai tidak ingin menilai terlalu tinggi dan
juga tidak terlalu rendah kepada bawahannya (selalu berada ditengah-tengah).
Karena toleransi penilai yang terlalu berlebihan tersebut sehingga cenderung
menilai sebagian besar dengan nilai yang rata-rata.
4) Assimilation and differential effect.
Assimilation effect, yaitu penilai cenderung menyukai karyawan yang mempunyai
ciri-ciri atau sifat seperti mereka, sehingga akan memberikan nilai yang lebih
baik dibandingkan dengan karyawan yang tidak memiliki kesamaan sifat dan
ciri-ciri dengannya. Sedangkan differential effect, yaitu penilai cenderung
menyukai menyukai karyawan yang memiliki sifat-sifat atau ciri-ciri yang tidak
ada pada dirinya, tapi sifat-sifat itulah yang mereka inginkan, sehingga
penilai akan memberinya nilai yang lebih baik dibanding yang lainnya ;
5) First impression error, yaitu
penilai yang mengambil kesimpulan tentang karyawan berdasarkan kontak pertama
mereka dan cenderung akan membawa kesan-kesan ini dalam penilaiannya hingga
jangka waktu yang lama ;
6) Recency effect, penilai cenderung memberikan nilai
atas dasar perilaku yang baru saja mereka saksikan, dan melupakan perilaku yang
lalu selama suatu jangka waktu tertentu.
Sedangkan menurut Breunan (1989:95-97) ada bias lain
dalam penilaian prestasi kerja yaitu stereotypes, subjective standards, and
opportunity bias.
Selain adanya berbagai bias yang sering terjadi pada penilaian tersebut, pemanfaatan DP3 sebagai bahan dalam melaksanakan pembinaan PNS antara lain dalam mempertim-bangkan kenaikan pangkat, penempatan dalam jabatan, pemindahan, dan kenaikan gaji berkala, juga pada kenyataannya belum optimal.
Selain adanya berbagai bias yang sering terjadi pada penilaian tersebut, pemanfaatan DP3 sebagai bahan dalam melaksanakan pembinaan PNS antara lain dalam mempertim-bangkan kenaikan pangkat, penempatan dalam jabatan, pemindahan, dan kenaikan gaji berkala, juga pada kenyataannya belum optimal.
Sebagai contoh bisa terlihat dengan
adanya salah satu syarat untuk kenaikan pangkat sebagaimana yang disebutkan
dalam PP No.3/1980, dan SE BAKN No. 05/SE/1980 pasal 8 hurup (a) bahwa :
·
Kenaikan
pangkat reguler kedalam pangkat yang setingkat lebih tinggi dapat diberikan
kepada PNS apabila telah empat tahun dalam pangkat yang dimilikinya dan setiap
unsur penilaian pelaksanaan pekerjaan sekurang-kurangnya bernilai baik dalam
tahun terakhir.
·
Persyaratan
nilai DP3 tahun terakhir ini, berarti bahwa DP3 yang akan dipakai (dilampirkan)
dalam pengajuan usulan kenaikan pangkat tersebut ialah penilaian untuk tahun
terakhir (tahun ketiga) sejak kenaikan pangkat terakhir diterima oleh PNS
bersangkutan, hal ini berarti pula bahwa baik buruknya penilaian dalam DP3
tahun pertama dan kedua, sama sekali tidak diperhatikan. Jelasnya walaupun
nilai DP3 PNS bersangkutan pada tahun pertama dan kedua bernilai kurang, ia
tetap akan naik pangkat, kalau nilai DP3 – nya untuk tahun ketiga, minimal
bernilai baik.
·
Karena
adanya hal-hal seperti inilah kiranya dirasa perlu untuk melakukan evaluasi
kembali atas pelaksanaan sistem penilaian prestasi kerja pegawai yang sekarang
sedang berlaku diseluruh organisasi pemerintah untuk kesempurnaan dan kebaikan
sistem tersebut, sehingga apa yang diharapkan dari hasil penilaian tersebut
bisa memberikan keuntungan yang bisa dirasakan oleh pegawai yang dinilai baik
berupa penghargaan, pengakuan maupun untuk pengembangan kariernya. Sedangkan
bagi organisasi itu sendiri, hasil penilaian ini bisa memberikan keuntungan
yang berbentuk bahan-bahan yang bisa dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan
acuan untuk pengambilan keputusan yang berhubungan dengan administrasi
kepegawaian.
d. Metode yang berorientasi ke masa depan
1. Sisi kekuatan yang ada pada sistem penilaian prestasi kerja, khususnya DP3, yaitu terdiri dari :
1. Sisi kekuatan yang ada pada sistem penilaian prestasi kerja, khususnya DP3, yaitu terdiri dari :
a)
DP3 merupakan suatu sistem yang memiliki landasan
hukum yang kuat yaitu berdasarkan pada UU No. 8/1974 terakhir dengan UU No.
43/1999 pasal 20, tentang Pokok-pokok Kepegawaian.
b)
Unsur-unsur
penilaian dalam DP3 relatif lengkap meliputi berbagai aspek, baik aspek
perilakunya maupun aspek kinerjanya itu sendiri. Unsur-unsur tersebut terdiri
dari 8 unsur yang dinilai dan lebih rinci dijabarkan menjadi beberapa kriteria
penilaian untuk masing-masing unsurnya dalam mengukur dan menilai kinerja dan
perilaku pegawai.
2.
Sisi kelemahan yang ada diantaranya :
a)
Adanya unsur penilaian yang sangat kualitatif, seperti
unsur kesetiaan, bukan hal yang tidak mungkin akan memberikan penafsiran yang
berbeda pada masing-masing penilai dalam menilai kesetiaan pegawai
bersangkutan. Selain sangat kualitatif, kriteria penilaian dari unsur kesetiaan
ini sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman, seperti kriteria pada
unsur Kesetiaan yaitu “tidak pernah mengeluarkan ucapan/tulisan yang bertujuan
mengubah Pancasila/UUD 1945. Padahal di era reformasi ini tuntutan untuk
menyempurnakan konstitusi tersebut bukan suatu hal yang tabu lagi tetapi sudah
merupakan mainstream masyarakat.
b)
DP3 merupakan sistem penilaian yang berorientasi ke
masa lalu dengan menggunakan teknik rating scale dan critical incident method,
maka apabila tidak dilakukan sebagaimana mestinya hal ini bisa menimbulkan
adanya bias penilaian berupa bias liniency effect, central tendency effect, dan
recency effect.
c)
Periode penilaian relatif lama yaitu setahun sekali
(Januari – Desember). Jangka waktu yang relatif lama tersebut akan menyulitkan
penilai untuk mengingat semua perilaku dan prestasi kerja bawahannya mulai dari
awal periode penilaian sampai akhir periode penilaian.
d)
Perbedaaan perlakuan bagi Honorer dan THL juga dapat
memberikan bias efek bagi perilaku dan kinerja PNS pada umumnya.
Selain itu, dari sisi pegawai adanya kecenderungan untuk menunjukkan perilaku dan prestasi kerja yang baik terhadap atasannya, bilamana akan menjelang periode penilaian. Hal inilah yang bisa memungkinkan terjadinya penilaian atas perilaku dan prestasi kerja pegawai tersebut yang sifatnya baru, sehingga akan menimbulkan bias recency efffect, yang pada akhirnya penilaian tersebut akan merugikan pegawai yang dinilai apabila yang terekam dalam memori penilai hanyalah perilaku yang negatifnya saja.
Selain itu, dari sisi pegawai adanya kecenderungan untuk menunjukkan perilaku dan prestasi kerja yang baik terhadap atasannya, bilamana akan menjelang periode penilaian. Hal inilah yang bisa memungkinkan terjadinya penilaian atas perilaku dan prestasi kerja pegawai tersebut yang sifatnya baru, sehingga akan menimbulkan bias recency efffect, yang pada akhirnya penilaian tersebut akan merugikan pegawai yang dinilai apabila yang terekam dalam memori penilai hanyalah perilaku yang negatifnya saja.
2. Sisi Peluang
yang mungkin bisa diraih dengan adanya sistem penilaian tersebut
yaitu:
a)
Adanya konsep pemberdayaan birokrasi pemerintah
(reinventing government) yang sekarang ini sedang menjadi trend dimana
didalamnya memuat usaha bagaimana menjadikan pemerintah yang memiliki tingkat
kompetensi dan kompetitif yang tinggi. Pemerintah yang kompeten dan kompetitif
tersebut sudah pasti harus didukung oleh aparatur yang kompeten dan kompetitif
pula. Penilaian atas prestasi kerja pegawai, merupakan salah satu sarana untuk
mengetahui tingkat kompetensi pegawai sehingga bisa dikembangkan untuk
menghasilkan pegawai yang kompetitif.
b)
Adanya era globalisasi yang mau tidak mau harus
dihadapi, dimana dalam era tersebut tidak ada lagi batas dan penghalang untuk
memasuki dan dimasuki ke dan oleh negara lain (borderless nations).
c)
Dengan bergesernya paradigma pola pembinaan PNS kearah
prestasi kerja, maka DP3 yang sudah dilaksanakan secara tepat dan akurat
(obyektif) tersebut, maka untuk masa yang akan datang bisa dipikirkan untuk
mulai merubah sistem penggajian yang ada menjadi sistem penggajian yang
bertumpu pada prestasi kerja PNS dan THL, tidak lagi semata-mata bertumpu pada
golongan dan masa kerja. konsekuensinya, seorang PNS yang memberikan prestasi
kerja yang tinggi harus mendapatkan kompensasi yang tinggi pula, dengan
memperhatikan keberadaan dan fungsi tenaga honorer maupun THL, dan sebaliknya.
Hal ini dimaksudkan agar PNS merasa termotivasi dan dihargai untuk lebih
meningkatkan kinerjanya.
4.
Sisi ancaman yang mungkin akan dihadapi
Berbagai peluang yang ada bisa saja berubah menjadi ancaman apabila kita tidak bisa dan tidak siap untuk mengantisipasinya, diantaranya :
Berbagai peluang yang ada bisa saja berubah menjadi ancaman apabila kita tidak bisa dan tidak siap untuk mengantisipasinya, diantaranya :
a)
Adanya respon negatif dari masyarakat, apabila
pemerintah tidak bisa meningkatkan kualitas kinerjanya. Kualitas kinerja yang
buruk salah satunya diakibatkan oleh tidak akuratnya penilaian yang dilakukan.
b)
Penilaian yang tidak efektif, akan menghasilkan
kualitas Aparatur Negara yang rendah. Dengan kualitas SDM yang rendah pada
akhirnya akan menghasilkan birokrasi yang memiliki tingkat kompetensi yang
rendah pula.
BAB III
KESIMPULAN
Penyempurnaan yang
dilakukan dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas dari berbagai kekuatan yang
dimiliki untuk memanfaatkan peluang yang ada sekaligus untuk menghindari
berbagai ancaman dan untuk meminimalisir bahkan mengeliminir berbagai kelemahan
yang dimiliki.
Melalui sistem penilaian yang sempurna, diharapkan apa yang menjadi tujuan dari penilaian itu sendiri bisa tercapai secara efektif, sehingga bisa dihasilkan Aparatur Negara yang sempurna dan seimbang lahir maupun bathinnya, yang ditandai dengan adanya tingkat kompetensi yang tinggi dan perilaku yang mencerminkan seorang Abdi Negara, dan Abdi Masyarakat.
Melalui sistem penilaian yang sempurna, diharapkan apa yang menjadi tujuan dari penilaian itu sendiri bisa tercapai secara efektif, sehingga bisa dihasilkan Aparatur Negara yang sempurna dan seimbang lahir maupun bathinnya, yang ditandai dengan adanya tingkat kompetensi yang tinggi dan perilaku yang mencerminkan seorang Abdi Negara, dan Abdi Masyarakat.
Adanya perilaku yang baik
dan tingkat kompetensi yang tinggi pada masing-masing individu, secara langsung
juga akan meningkatkan kompetensi organisasi atau instansi dimana pegawai
tersebut mengabdi.
Untuk mewujudkan akuntabilitas publik atau akuntabilitas kinerja instansi pemerintah agar dapat berjalan sesuai yang diinginkan dan dicita-citakan bersama, harus disertai dengan upaya mewujudkan akuntabilitas perilaku/tingkah laku baik personal (behavior) dan wajib dilakukan oleh setiap entitas (institusi/organisasi) terhadap personalnya.
Untuk mewujudkan akuntabilitas publik atau akuntabilitas kinerja instansi pemerintah agar dapat berjalan sesuai yang diinginkan dan dicita-citakan bersama, harus disertai dengan upaya mewujudkan akuntabilitas perilaku/tingkah laku baik personal (behavior) dan wajib dilakukan oleh setiap entitas (institusi/organisasi) terhadap personalnya.
DAFTAR PUSTAKA
Sondang P. Siagian, MPA, Prof, Dr, Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi
Aksara, Jakarta, 1996
Malayu S.P. Hasibuan, Drs, Manajemen Sumber Daya Manusia, CV. Haji
Masagung, Jakarta, 1994
Alex S. Nitisemito, Drs, Ec, Manajemen Personalia, Ghalia Indonesia,
Jakarta, 1988
Lyle M. Spencer, Jr., and Signe M. Spencer, Competence at Work Edition 1,
Wiley, New York, 1993
Robert L. Mathis, John H. Jackson, Human Resource Management Edisi 10,
Terjemahan, Salemba Empat, Jakarta, 2006
---, Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999, (Online)
http://www.bkn.go.id/perundangan/uu/uu43tahun1999.htm, diakses 23 Nopember 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimah Kasih atas Kunjungan Anda...